Sunday, April 24, 2011

Dongeng : Anak Laki-laki dan Katak


share on facebook
Suatu hari, beberapa anak laki-laki sedang bermain di tepi sebuah  kolam yang ditinggali oleh para katak. Anak-anak itu menghibur diri dengan melemparkan batu-batu ke kolam  sehingga membuat katak-katak itu ketakutan dan melompat kesana-kemari di dalam air untuk menghindari lemparan batu itu.

Batu-batu itu terbang dan menghujani kolam dengan cepat dan para pemuda itu merasa sangat senang, tetapi katak-katak yang malang yang ada di kolam itu gemetar ketakutan.

Akhirnya salah satu dari katak-katak itu, yang tertua dan yang paling berani, menongolkan kepalanya ke permukaan air, dan berkata, “Tolong, hentikan permainan kejam kalian! Walaupun itu asyik bagi kalian, tapi berarti kematian bagi kami!”



Moral dari kisah ini: Dalam hidup ini, selalu berpikir apakah kesenangan Anda bisa menyebabkan penderitaan bagi orang lain.



sumber : disini

Please write a comment after you read this article. Thx..!!

Tekan "Like" jika kamu menyukai artikel ini. 
Tekan "Share" atau "Tweet" jika menurutmu artikel ini bermanfaat untuk teman2 kalian.
READ MORE - Dongeng : Anak Laki-laki dan Katak

Sunday, April 17, 2011

Cangkir yang Cantik


share on facebook
Sepasang kakek dan nenek pergi berbelanja di sebuah toko souvenir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik. “Lihat cangkir itu,” kata si nenek kepada suaminya. “Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku lihat,” ujar si kakek.

Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara, “Terimakasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar. Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. “Stop! Stop!” aku berteriak. Tetapi orang itu berkata, “Belum!” lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang.

“Stop! Stop!” teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. “Panas! Panas!” teriakku dengan keras. “Stop! Cukup!” teriakku lagi. Tapi orang ini berkata, “Belum!”

Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah dingin, aku diberikan kepada seorang wanita muda dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. “Stop! Stop!” aku berteriak.

Wanita itu berkata, “Belum!” Lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya. “Tolong! Hentikan penyiksaan ini!” sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak perduli dengan teriakanku. Ia terus membakarku. Setelah puas “menyiksaku” kini aku dibiarkan dingin.

Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku di dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena dihadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala kulihat diriku


Begitulah kalau Tuhan YME hendak menjadikan seseorang besar, lebih dahulu disengsarakan batinnya, dipayahkan urat dan tulangnya, dilaparkan badan kulitnya, dimiskinkan sehingga tidak punya apa-apa, dan digagalkan segala usahanya. Maka dengan demikian digerakkan hatinya, diteguhkan Watak Sejatinya, dan bertambah pengertiannya tentang hal-hal yang ia tidak mampu. (Bingcu/Mengzi VIB : 15,2)






Please write a comment after you read this article. Thx..!! 

Tekan "Like" jika kamu menyukai artikel ini. 
Tekan "Share" atau "Tweet" jika menurutmu artikel ini bermanfaat untuk teman2 kalian.
READ MORE - Cangkir yang Cantik

Sayur Di Tukar Dengan Tepung Terigu


share on facebook
Lu Yan memikul dua buah keranjang sayur, dia berjalan menuju pasar untuk menjual sayurnya, tetapi hari ini hanya beberapa orang saja yang membeli sayurnya. Tiba-tiba pemilik toko tepung yang berada di pasar memanggilnya : "Lu Yan, aku ingin membeli semua sayurmu! Tetapi, saat ini aku tidak punya uang tunai, bagaimana jika aku menukarnya dengan tepung terigu saja?"


"Baiklah, bagaimana perhitungannya?"


"satu keranjang sayur ditukar dengan satu keranjang tepung terigu. Tetapi kamu harus menggunakan keranjang sayurmu untuk mengisi tepung terigunya, selain itu kamu tidak boleh meletakkan alas di bawah keranjang."

Ini jelas-jelas sebuah persoalan yang sulit. Jika tepung terigunya dimasukkan ke dalam keranjang, pasti akan keluar lagi lewat lubang-lubang keranjang. Walaupun demikian, Lu Yan setuju dengan persyaratan si pemilik toko tepung. Lu Yan mengeluarkan sayur yang ada di keranjangnya, kemudian memberikan pada si pemilik toko tepung. Setelah itu, Lu Yan mencuci keranjang bekas sayur itu sampai bersih. Lalu Lu Yan berkata pada si pemilik toko sambil menunjuk keranjang sayurnya yang basah : "Silakan masukkan tepung terigunya ke dalam keranjang ini!"

Si pemilik toko mulai memasukkan tepungnya ke dalam keranjang. Tetapi karena keranjangnya basah, tepungnya dapat menempel pada keranjang,sehingga lubang-lubang pada keranjang tersebut tertutup oleh tepung, dan tepungnya pun tidak tercecer keluar. Lu Yan pun meninggalkan pasar sambil memikul dua keranjang penuh tepung terigu. Si pemilik toko hanya bisa tertegun menatap kepergian Lu Yan yang membawa dua keranjang tepung terigu miliknya. Tadinya dia ingin menipu Lu Yan, tetapi justru dia sendiri yang tertipu oleh kebodohannya sendiri.





sumber : disini

Please write a comment after you read this article. Thx..!! 

Tekan "Like" jika kamu menyukai artikel ini. 
Tekan "Share" atau "Tweet" jika menurutmu artikel ini bermanfaat untuk teman2 kalian.
READ MORE - Sayur Di Tukar Dengan Tepung Terigu

Wednesday, April 6, 2011

Bejana Tanah Liat


share on facebook
William seorang penasihat kerajaan yang disegani karena kebijaksanaannya, raja sangat memperhatikan perkataan & nasihatnya. Wajah buruk & tubuhnya yang bongkok membuat putri raja iri & bertanya sambil mengejek: “Jika engkau bijaksana, beritahu aku mengapa Tuhan menyimpan kebijaksanaanNya dalam diri orang yang buruk rupa & bongkok.”

William balik bertanya: “Apakah ayahmu mempunyai anggur?” “Semua orang tahu ayahku mempunyai anggur terbaik, pertanyaan bodoh macam apa itu”, putri raja menyahut sinis. “Di mana ia meletakkannya ?” William bertanya lagi, “yang pasti di dalam bejana tanah liat.” Mendengar itu William tertawa. “Seorang raja yang kaya akan emas & perak seperti ayahmu menggunakan bejana tanah liat?”

Mendengar itu putri raja berlalu meninggalkannya dengan rasa malu, ia segera memerintahkan pelayan memindahkan semua anggur yang ada di istana dari dalam bejana tanah liat ke dalam bejana dari emas & perak.

Suatu hari raja mengadakan jamuan bagi para tamu kerajaan, alangkah kagetnya ia karena anggur yang diminumnya rasanya sangat asam, lalu dengan geram ia memanggil semua pelayan istana yang kemudian menceritakan bahwa anggur yang disuguhkan tadi berasal dari bejana emas & perak atas instruksi putri raja sendiri, lalu raja menegur keras perilaku putrinya itu.

Putri raja berkata kepada William, “Mengapa engkau menipu aku, aku memindahkan semua anggur ke bejana emas tapi hasilnya semua anggur jadi terasa asam.” dengan ringan William menjawab: “sekarang engkau tahu mengapa Tuhan lebih suka menempatkan kebijaksanaan dalam wadah yang sederhana, kebijaksanaan itu sama seperti anggur ia hanya cocok dalam bejana dari tanah liat.”

Ketika Tuhan mencari sarana yang ingin dipakaiNya, Ia tidak harus mencari yang terbuat dari emas, tapi cukup dari tanah liat yang sederhana.






sumber : disini

Please write a comment after you read this article. Thx..!! 

Tekan "Like" jika kamu menyukai artikel ini. 
Tekan "Share" atau "Tweet" jika menurutmu artikel ini bermanfaat untuk teman2 kalian.
READ MORE - Bejana Tanah Liat

Tuesday, April 5, 2011

10 Rahasia Sukses Orang – Orang Jepang


share on facebook

1. Kerja Keras

Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun).

Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama.

Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan.


2. Malu
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran.

Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya.

Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas.

Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.


3. Hidup Hemat
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan.

Di masa awal mulai kehidupan di Jepang, mungkin kita sedikit heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30.

Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00.


4. Loyalitas
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan.

Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan.


5. Inovasi
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat.
Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics.

Tapi yang berhasil mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu.

Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk.

Teknik perakitan kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah.


6. Pantang Menyerah

Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi.

Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah.

Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia . Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita.

Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki , disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambah dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo, ternyata Jepang tidak habis.

Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen).

Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dari nol untuk membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era berikutnya.
Akio Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya.

Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).


7. Budaya Baca

Jangan kaget kalau Anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran.
Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA.

Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb).

Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institute penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.


8. Kerjasama Kelompok

Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut.

Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok.

Kerja dalam kelompok mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “1 orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang professor Amerika, namun 10 orang professor Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok”.

Musyawarah mufakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”.


9. Mandiri

Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Bahkan seorang anak TK sudah harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya.

Di Yochien setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua.

Biasanya mereka mengandalkan kerja part time untuk biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yang nantinya akan mereka kembalikan di bulan berikutnya.


10. Jaga Tradisi & Menghormati Orang Tua

Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini.

Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari Anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki, maka jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan.

Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” apabila mendapat tawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan dengan orang Jepang karena “hai” belum tentu “ya” bagi orang Jepang.

Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya.

Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa insentif lain untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia pertanian. Pertanian Jepang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.





sumber : disini

Please write a comment after you read this article. Thx..!! 

Tekan "Like" jika kamu menyukai artikel ini. 
Tekan "Share" atau "Tweet" jika menurutmu artikel ini bermanfaat untuk teman2 kalian.
READ MORE - 10 Rahasia Sukses Orang – Orang Jepang

Monday, April 4, 2011

3 Cerita Indah


share on facebook

1. Suatu kali, Semua penduduk desa berdoa memohon hujan. Pada hari semua orang berkumpul untuk berdoa hanya 1 anak laki2 membawa payung.
” itulah iman “

2. Teladan dr seorang bayi berusia 1 tahun. Ketika kamu melemparkanya keudara, dia tertawa karena dia tahu kamu akan menangkapnya.
” itulah kepercayaan “

3. Setiap malam kita tidur, Kita tidak yakin bahwa kita masih hidup esok hari, tapi kita masih mempunyai rencana untuk besok.
” itulah harapan “




sumber : disini

Please write a comment after you read this article. Thx..!! 

Tekan "Like" jika kamu menyukai artikel ini. 
Tekan "Share" atau "Tweet" jika menurutmu artikel ini bermanfaat untuk teman2 kalian.
READ MORE - 3 Cerita Indah

Sunday, April 3, 2011

Qing Ming


share on facebook
Festival qingming (hanzi tradisional: 清明節; sederhana: 清明节; pinyin: qīng míng jié) atau di Indonesia lebih dikenal sebagai Ceng Beng (bahasa Hokkien) adalah ritual tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan ziarah ke kuburan sesuai dengan ajaran Khonghucu. Ceng Beng dianggap sama pentingnya dengan upacara sembahyang peringatan hari wafat orangtua dan luluhur. Di samping Imlek dan Cap Go Me, Ceng Beng adalah hari raya Tionghoa lainnya yang juga tidak pernah luput dirayakan, yang jatuh pada tiap tanggal 5 April (4 April pada tahun kabisat).

Tradisi Ceng Beng melestarikan perintah Kaisar Chu Goan Chiang agar rakyatnya mencari dan membersihkan kuburan sanak keluarganya yang tak diketahui keberadaannya.

Ceng Beng diambil dari kata ceng (terang) dan beng (jernih). Karena hari tersebut musim semi di Tiongkok (Cina), maka merupakan kesempatan yang paling baik untuk mengunjungi thiong (pemakaman umum). Sembari membawa hio (dupa batangan untuk sembahyang), warga Tionghoa nyekar di bong (makam) untuk merayakan pertemuan dengan keluarga yang sudah meninggal.

Tiga hari sebelum ceng beng, makam-makam itu sudah harus dibersihkan. Rumput dan alang-alang dipotong, batu nisan dan bangunan sekelilingnya disikat bersih dengan air dan sabun. Pokoknya saat nyekar sudah harus bersih. Saat ini, karena pemakaman-pemakaman Tionghoa sudah banyak tergusur, mereka pergi ke ke tempat-tempat penitipan abu jenazah. Termasuk ke krematorium di pantai Dadap (perbatasan Jakarta-Tangerang) dan Cilincing. Namun, masih ada pula yang pergi ke pemakaman-pemakaman Tionghoa yang masih tersisa, seperti di Karawaci (Tangerang), Kebon Nanas (Jakarta Timur), Petamburan (Jakarta Pusat), dan Bogor.

Saat berziarah, warga Tionghoa membawa makanan berupa ketupat dan lepet, yang sudah dimasak dua hari sebelumnya. Sehari sebelum ceng beng merupakan hari bebas api. Selama sehari penuh di rumah-rumah tidak diperbolehkan ada api menyala. Tradisi ini punya kaitan dengan peristiwa di negeri leluhur Tiongkok.

Konon, kala itu ada seorang pangeran yang karena difitnah terpaksa meninggalkan istana. Selama pembuangan dan pengembaraan yang panjang, di antara pengikut pangeran itu terdapat seorang pembesar yang sangat setia. Begitu setianya pembesar ini hingga pernah memotong daging pahanya untuk santapan sang pangeran. Sayangnya, ketika pangeran kembali menjadi raja, Kai Cu Tai –nama pengikut setianya– terlupakan.

Raja yang kemudian diingatkan hal itu akhirnya mengerahkan rakyatnya untuk mencarinya. Karena tidak berhasil, ia pun memerintahkan untuk membakar hutan agar pengikut setianya itu keluar. Tragisnya, orang yang dicari-cari itu ditemukan dalam keadaan terpanggang sambil memeluk ibunya yang telah tua. Raja yang bersedih akhirnya memerintahkan rakyat untuk tidak menyalakan api sehari sebelum ceng beng, sebagai tanda duka. Karenanya, ceng beng juga disebut hari raya makan sajian dingin.

Sesuai kepercayaan mereka, keharusan mengunjungi makam leluhur di hari ceng beng merupakan wujud bakti seorang anak terhadap orang tua dan leluhurnya. Menurut ajaran Khonghucu, bakti ini harus diwujudkan selama mereka hidup dan sesudah meninggal. Bagi orang Tionghoa, bakti seorang anak terhadap orang tua/leluhur dianggap kebajikan paling utama.

Anak harus menghormati orang tua dan tidak mempermalukannya. Tidak terbatas pada generasi yang masih hidup tetapi juga nenek moyang yang sudah tiada. Anak yang berbakti dikasihi dan diberkati Tian (Tuhan). Sebaliknya anak yang durhaka (put hau), dianggap sangat terkutuk karena melupakan jasa-jasa orang tua.


"Di dalam Sembahyang Musim Semi dan Sembahyang Musim Rontok hendaklah dibangun kembali bio leluhur, diatur rapi barang-barang warisannya, diatur rapi pakaian-pakaiannya dan disajikan makanan sesuai dengan musimnya". (Tiong Yong/Tengah Sempurna XVIII, 3)

Cingcu berkata, "Hati-hatilah saat orang tua meninggal dunia dan janganlah lupa memperingatinya sekalipun telah jauh. Dengan demikian rakyat akan kembali tebal Kebajikannya." (Lun Gi/Sabda Suci I. 9)

Pada waktu sembahyang kepada leluhur, hayatilah akan kehadirannya dan waktu sembahyang kepada Tuhan Yang Maha Rokh, hayatilah pula akan kehadiranNya.
2. Nabi bersabda. "Kalau Aku tidak ikut sembahyang sendiri, Aku tidak merasa sudah sembahyang." (Lun Gi/Sabda Suci III, 12)

Membersihkan kubur bebas dari rumput itu bukan adat jaman kuno (Li Ji/Catatan Kesusilaan II A, 26)





sumber : disini

Please write a comment after you read this article. Thx..!! 

Tekan "Like" jika kamu menyukai artikel ini. 
Tekan "Share" atau "Tweet" jika menurutmu artikel ini bermanfaat untuk teman2 kalian.
READ MORE - Qing Ming

Sejarah Asal Mula Perayaan Ceng Beng


share on facebook

Tradisi ini berasal dari tradisi kerajaan di zaman dulu. Ceng Beng (baca : Qing Ming = cerah dan cemerlang) dipilih karena 15 hari setelah Chunhun, biasanya dipercayai merupakan hari yang baik, cerah, terkadang diiringi hujan gerimis dan cocok untuk melaksanakan ziarah makam. Sebelum zaman Dinasti Qin, ziarah makam hanya monopoli dan hak para bangsawan. Namun setelah Qin Shi-huang mempersatukan Tiongkok dan mengabolisi para bangsawan, rakyat kecil kemudian meniru tradisi ziarah makam ini setiap Ceng Beng.

Sebuah legenda asal mula Ceng Beng menceritakan tentang kaum Cina yang memang punya tradisi yang sedikit banyak tertuju pada peringatan leluhur (sebutannya “kia hao” atau “filial piety”, alias “rasa hormat anak pada orang tua/leluhurnya”) . Makanya di rumah-rumah Cina banyak ditemukan rumah abu atau meja sembahyang leluhur. Karena itulah, nyekar juga menjadi satu kegiatan wajib. 


Legenda 1

Hari *Ceng Beng* bermuasal dari zaman *Chun Qiu Zhan Guo *(Musim semi-gugur dan negara saling berperang, abad 11-3 SM), adalah salah satu hari perayaan tradisional suku Han (suku mayoritas di Tiongkok), sebagai salah satu dari 24 *Jie Qi *(sistem kalender Tiongkok), waktunya jatuh antara sebelum dan sesudah 5 April Masehi.

Sesudah hari *Ceng Beng*, di Tiongkok semakin banyak hujan, bumi dipenuhi dengan panorama kecemerlangan musim semi. Pada saat itu semua makhluk hidup "melepaskan yang lama dan memperoleh yang baru", tak peduli apakah itu tanaman di dalam bumi raya, atau tubuh manusia yang hidup berdampingan secara alamiah, semuanya pada saat itu menukar pencemaran yang diperoleh pada musim dingin/salju untuk menyambut suasana musim semi dan merealisasi perubahan dari *Yin *(unsur negatif) ke *Yang* (unsur positif).

Konon, sesudah Yu agung (Raja pada zaman Tiongkok kuno, abad ke-22 SM) menaklukkan sungai, maka orang-orang menggunakan kosa kata *Qing Ming *(di Indonesia terkenal dengan *Ceng Beng*) untuk merayakan bencana air bah yang telah berhasil dijinakkan dan kondisi negara yang aman tenteram.

Pada saat itu musim semi nan hangat bunga bermekaran, seluruh makhluk hidup bangkit, langit cerah bumi cemerlang, adalah musim yang baik untuk berkelana menginjak rerumputan (Ta Qing). Kebiasaan tersebut telah dimulai sejak dinasti Tang (618-907).

Saat *Ta Qing*, orang-orang selain dapat menikmati panorama indah musim semi, juga sering dilangsungkan beraneka kegiatan hiburan untuk menambah gairah kehidupan.


Legenda 2

Konon, jaman dahulu, terutama bagi orang-orang yang berduit dan berharta, nyekar itu tidak hanya diadakan sekali setahun, tapi bisa berkali-kali (dua kali sebulan bahkan). Dan acara ini dibuat penuh dengan kemewahan dan benar-benar mempertontonkan kekayaan. Kaum sanak keluarga ditandu ke sana lalu ke mari, diiringi dayang-dayang dan pengawal yang berjumlah banyak, makanan yang dibawa itu pasti yang enak-enak dan bunga yang disiapkan juga yang mahal dan harum-harum. 

Suatu hari, Kaisar Tang Xuanzong melihat semuanya ini seperti pemborosan massal saja. Dia pun menitahkan agar semua membatasi diri dan hanya mengadakan acara nyekar ini sekali setahun. Dan ia menetapkan hari Ceng Beng (lima belas hari setelah Chunhun, atau hari di mana matahari tiba di katulistiwa) sebagai hari baik untuk ini. Selain karena Ceng Beng adalah hari baik (arti kata Ceng Beng, atau Qing Ming, adalah “cerah dan terang”), hari ini dipilih karena banyak petani sudah selesai panen dan punya waktu senggang untuk mengunjungi makam leluhur. Jadilah Ceng Beng bukan hanya kegiatan orang kaya, tapi kegiatan untuk semua orang.


Legenda 3

Kesederhanaan Ceng Beng juga berkaitan erat dengan cerita Kaisar Cong Er dari Dinasti Tang. Seperti kisah Cina kuno lainnya, latar belakangnya adalah kudeta. Pada masa pelarian (karena berselisih dengan selir kejam) ketika masih jadi putra mahkota Cong Er ini ditemani oleh teman (dan bawahan) yang sangat setia, Jie Zhitui namanya. Saking setianya, dia rela untuk mengorbankan dagingnya supaya si pangeran ini bisa makan dan nggak mati kelaparan. Suatu hari, tiba kabar bahwa Cong Er sudah tidak perlu lari lagi, karena ibu tirinya sudah mati. Bersiaplah Cong Er untuk kembali ke istana dan jadi kaisar. Tapi Je Zhitui menolak untuk ikut balik ke istana, dan menyepi ke sebuah gunung bersama Ibunya.

Cong Er yang sudah jadi kaisar itu tetep kukuh meminta temannya balik dan hidup bahagia di istana. tapi Jie Zhitui bukannya balik ke istana malah semakin bersembunyi ke pedalaman gunung. Cong Er yang sudah habis akal menyuruh prajuritnya untuk membakar gunung, dengan maksud supaya Jie Zhitui keluar dari persembunyian. Tetapi, yang terjadi bukannya keluar, malah Jie Zhitui dan Ibunya tewas terbakar. 

Sedihlah sang kaisar. Lalu ia mencanangkan Hari Hanshi (Hari Makanan Dingin), satu hari dalam setahun (setiap tahunnya) di mana orang-orang tidak boleh memasak/memanaskan makanan dengan api. Lambat laun Hanshi pun diintegrasikan ke dalam perayaan Ceng Beng, di mana makanan yang disediakan itu dingin dan hambar.


Legenda 4

Cerita legenda yang lain menyebutkan tentang seorang Raja yang sudah bertahun-tahun pergi berperang (jaman perang antar kerajaan di Cina dulu), namun berakhir dengan kekalahan dan menjadi tawanan perang yang tidak terhormat di negeri lawan. Tapi raja ini tidak tinggal diam dan diam-diam mengumpulkan sekutu untuk mempersiapkan serangan balas dendam. Singkat cerita raja ini berhasil melakukan balas dendam dan negaranya pun kembali ke dalam tangannya.

Sewaktu ia kembali ke rumah, dia baru tahu kalau orang tuanya sudah lama meninggal — dibunuh oleh raja musuh. Dan parahnya lagi tidak ada yang tau di mana orang tua sang raja dimakamkan. Sang Raja akhirnya punya akal dan mencanangkan hari kunjungan makam leluhur. Pada hari yang telah ditentukan, semua orang di negaranya harus dan wajib nyekar. Logikanya, makam yang sepi dan nelangsa, pastilah makam orang tuanya. Sejak hari itulah, setiap tahun semua wajib nyekar ke makam leluhur.

Secara Awam, masih banyak yang belum jelas bahwa sebenarnya mengapa Ceng Beng itu selalu jatuh pada 5 April setiap tahunnya, dan bukannya mengikuti penanggalan kalender Imlek. Dalam tradisi Tionghoa, ada 2 penanggalan yang menggunakan penanggalan masehi. Yakni Ceng Beng dan Tang Che/Festival musim dingin.

Kelihatannya, kalender Tionghoa itu kalender bulan, tidak begitu halnya, karena ada faktor peredaran matahari di dalamnya, yaitu 24 posisi matahari. 1 posisi matahari adalah berjangka waktu 15 hari, ada 2 posisi matahari dalam 1 bulan. Posisi ini telah ada sejak zaman Huangdi (2697 SM, 4700 tahun lalu) didasarkan atas 12 cabang bumi yang diciptakan olehnya.

Penanggalan Tionghoa sendiri memperhitungkan peredaran matahari karena Tiongkok sejak dulu adalah negara agrikultur, mayoritas penduduk Tiongkok adalah petani dan petani harus menanam sesuai musim. Musim bergantung pada peredaran matahari, sehingga posisi matahari ditambahkan dalam kalender Tionghoa.

Adapun posisi penting peredaran matahari dalam kelender Tionghoa adalah :

1. Lipchun (mulai musim semi), tanggal 5 Februari
2. Chunhun (tengah musim semi), tanggal 21 Maret (matahari berada di khatulistiwa)
3. Ceng Beng (cerah dan terang), tanggal 5 April
4. Heche (tengah musim panas), tanggal 21 Juni (saat ini matahari berada pada 23.5 LU, siang terpanjang di belahan bumi utara/Tiongkok)
5. Chiuhun (tengah musim gugur), tanggal 23 September (matahari berada di khatulistiwa)
6 Tangche (tengah musim dingin), tanggal 22 Desember (saat ini matahari berada di 23.5 LS, malam terpanjang di belahan bumi utara/Tiongkok).

Dari 24 posisi matahari ini, maka Ceng Beng dan Tangche dijadikan festival penting dalam kebudayaan Tionghoa.


Kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan Ceng Beng

Pada jaman dinasti Tang, implementasi hari Ceng Beng hampir sama dengan kegiatan sekarang, misalnya seperti membakar uang-uangan, menggantung lembaran kertas pada pohon Liu, sembayang dan membersihkan kuburan. Yang hilang pada saat ini adalah menggantung lembaran kertas, yang sebagai gantinya lembaran kertas itu ditaruh di atas kuburan. 

Kebiasaan lainnya adalah bermain layang-layang, makan telur, melukis telur dan mengukir kulit telur. Permainan layang-layang dilakukan pada saat Ceng Beng karena selain cuaca yang cerah dan langit yang terang,kondisi angin sangat ideal untuk bermain layang-layang. 

Konon, ada orang setelah layang-layang berkibar di langit biru, memutus talinya, mengandalkan angin mengantarnya ke tempat nan jauh, konon ini bisa menghapus penyakit dan melenyapkan bencana serta mendatangkan nasib baik bagi diri sendiri.

Kebiasaan berikutnya adalah menancapkan pohon *Willow*: konon, kebiasaan menancapkan dahan *willow*(pohon Yangliu), juga demi memperingati *Shen Nong Shi*, yang dianggap sebagai guru leluhur pertanian dan pengobatan. Di sebagian tempat, orang-orang menancapkan dahan* willow *di bawah teritisan rumah, untuk meramalkan cuaca. Sesuai pameo kuno "Kalau dahan *willow* hijau, hujan rintik-rintik; kalau dahan *willow* kering, cuaca cerah". *Willow* memiliki daya hidup sangat kuat, dahannya cukup ditancapkan langsung hidup, setiap tahun menancapkan dahan willow, dimana-mana rimbun.

Sedangkan sejarah pohon Liu dihubungkan dengan Jie Zitui, karena Jie Zitui tewas terbakar di bawah pohon liu.

Kebiasaan lain adalah bermain ayunan *Qiu Qian*: ini adalah adat kebiasaan hari *Ceng Beng* zaman kuno. Sejarahnya panjang, ayunan pada zaman dulu kebanyakan menggunakan dahan sebagai rangka kemudian ditambatkan selendang atau tali.

Akhir-nya berkembang menjadi 2 utas tali ditambah papan kayu sebagai pijakan kaki yang dipasang pada rangka balok kayu yang hingga kini digemari, terutama oleh anak-anak seluruh dunia.

Selain itu ada kebiasaan bermain *Cu Ju* (sepak bola kuno): *Ju* adalah semacam bola yang terbuat dari kulit, di dalam bola tersebut diisi bulu hingga padat. *Cu Ju *menggunakan kaki untuk menyepak bola (Mirip sepak bola saat ini). Ini adalah semacam permainan yang digemari oleh orang-orang pada saat *Ceng Beng *pada zaman kuno. Konon ditemukan oleh *Huang Di *(kaisar Kuning), pada awalnya bertujuan untuk melatih kebugaran para serdadu.

Ada juga kebiasaan untuk Menanam pohon: sebelum dan sesudah *Ceng Beng*, matahari musim semi menyinari, hujan rintik musim semi betebaran, menanam tunas pohon berpeluang hidup tinggi dan dapat tumbuh dengan cepat. Maka, semenjak zaman kuno, di Tiongkok terdapat kebiasaan menanam pohon di kala *Ceng Beng*. Ada orang menyebut hari *Ceng Beng* sebagai "hari raya penanaman pohon". Kebiasaan ini berlangsung hingga hari ini.

Pada dinasti Song (960-1279) dimulai kebiasaan menggantungkan gambar burung walet yang terbuat tepung dan buah pohon liu di depan pintu. Gambar ini disebut burung walet Zitui. Kebiasaan orang-orang Tionghoa yang menaruh untaian kertas panjang di kuburan dan menaruh kertas di atas batu nisan itu dimulai sejak dinasti Ming.

Menurut cerita rakyat yang beredar, kebiasaan seperti itu atas suruhan Zhu Yuanzhang, kaisar pendiri dinasti Ming,untuk mencari kuburan ayahnya. Dikarenakan tidak tahu letaknya, ia menyuruh seluruh rakyat untuk menaruh kertas di batu nisan leluhurnya. Rakyat pun mematuhi perintah tersebut, lalu ia mencari kuburan ayahnya yang batu nisannya tidak ada kertas dan ia menemukannya. (Dalam kisah ini agak berkaitan dengan Legenda 4 diatas. Namun karena ditemukan pada literatur yang berbeda, penyusun tidak berani mengambil kesimpulan sendiri. Mohon bagi yang lebih paham ceritanya memberikan masukan).

Seperti perayaan lainnya, Ceng Ceng juga memiliki makanan khas seperti makan telur yang kulitnya sudah dilukis, tapi untuk telur yang diukir tidak dimakan. Selain itu ada beberapa yang mungkin tidak pernah ada di Indonesia ini seperti makanan dari daun Ai yang menjadi ciri khas suku Khe, bubur dingin, ciri khas rakyat dibawah kaki gunung Mian, serta Qing tuan adalah makanan khas Qingming dari daerah Suzhou.

Pesan Moral Perayaan Ceng Beng :

Festival Ceng Beng pada akhirnya terkait dengan pilar-pilar budaya Tionghoa yaitu penghormatan leluhur, makanan, kekerabatan, keselarasan dan harmony, setia, berbakti, dan juga kebersamaan. Dan hal itu tidak hanya ada pada festival Ceng Beng saja tapi tercermin pada semua festival Tionghoa yang ada.

Dengan menghormati leluhur berarti kita harus menjaga sikap hidup kita agar tidak mencoreng nama leluhur. Semoga pada perayaan festival Ceng Beng ini kita menyadari bagaimana cara kita menghormati leluhur, caranya sederhana yaitu berikanlah kontribusi positif pada lingkungan kita dan selalulah menjaga perilaku kita agar tidak memalukan para leluhur.


Sumber Penulisan:
1. Berdasarkan cerita turun temurun Masyarakat Tionghoa Indonesia.
2. http://www.hoktekbio.com/index.php?option=com_content&view=article&id=62:qing-ming-ceng-beng&catid=27:ritual-a-budaya&Itemid=72
3. http://www.wihara.com/forum/artikel-buddhist/6742-cengbeng.html
4. http://www.chinapage.com/festival/qingming.html
5. TRADITIONAL CHINESE CULTURE by Qizhi Zhang.
6. The Legend of the Kite: A Story of China(Make Friends Around the World)by Kuiming Ha, Yiqi Ha. Published by Soundprints 
7. http://www.indoforum.org/archive/index.php/t-41419.html
8. http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/42410
9. Dong Zhou Lie Guo Zhi (東周列國志), Feng, Menglong, 1574-1646, 2008.(pertama terbit 1752, Shanghai shu ju)
10. Buletin Maya Indonesia Dharma Mangala, 9 Maret 2004, tahun I, no 7
11. http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/42410



sumber : disini

Please write a comment after you read this article. Thx..!! 

Tekan "Like" jika kamu menyukai artikel ini. 
Tekan "Share" atau "Tweet" jika menurutmu artikel ini bermanfaat untuk teman2 kalian.
READ MORE - Sejarah Asal Mula Perayaan Ceng Beng