Wednesday, October 20, 2010

Asal Mula Altar Tuhan ( Tian ) dalam Agama Khonghucu


share on facebook
Font Re-Size
Pada mulanya di tiongkok kira-kira sebelum tahun 500 SM, sistem kepercayaan dan peribadatan di tiongkok masih belum tertata. Pada waktu itu terdapat agama Ru (kamu terpelajar), tetapi hanya diajarkan dikalangan bangsawan dan raja. Selain agama Ru, ada juga agama kaum petani (Nong Jiao), yaitu agama / kepercayaan rakyat menyembah dewa-dewa yang dianggap sebagai pengayom rakyat (dewa Matahari, dewa bumi dll. Didalam kehidupan rakyat belum ada tata cara dan peribadatan yang benar.

Setelah Nabi Kongzi (Khong Cu) lahir agama Ru (Agama Kaum Terpelajar) ini di ajarkan kepada rakyat agar rakyat Tiongkok memiliki sistem dan cara peribadatan yang benar. Nabi Kongzi juga mulai mengajarkan kepada rakyat agar percaya kepada Huang Tian, Tuhan Yang Maha Esa yang menguasai dan mengatur jagad raya. Ajaran menyembah Tuhan YME ini sudah diajarkan oleh para raja suci purba (Raja Yao (2357 - 2255 SM), Raja Shun (2255 - 2205 SM)), tetapi belum diajarkan secara sistematis kepada rakyat. Nabi Kongzi mengajarkan kepada rakyat Tiongkok untuk melakukan upacara sembahyang dengan benar, tidak bersembahyang kepada roh sembarangan yang bukan semestinya dihormati. Orang boleh bersembahyang kepada roh yang sudah dikenal sebagai roh manusia yang berjasa besar kepada umat manusia.

Nabi Kongzi (Khong Cu) menata struktur kelenteng dengan menambah altar Tian Gong ( Thi Kong / Tuhan ) untuk bersujud kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai altar utama. Karena Sebelumnya di kelenteng tidak ada altar Tuhan atau Tian Gong. Kelenteng itu semula tempat pemujaan para leluhur yang berjasa kepada masyarakat, roh itu dihormati orang seluruh kota maka dibuatkan kelenteng. Kemudian orang ke kelenteng menyembahyangi berbagai roh-roh yang dianggapnya dapat memperbaiki nasib mereka. Makna bersembahyang itu telah bergeser, dan Nabi Kongzi ingin meluruskan kembali.

Nabi Kongzi mengajarkan bahwa bersembahyang di kelenteng itu untuk bersujud kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghormati roh orang yang pernah berjasa besar. Roh-bercahaya atau Sinbing * yang disembahyangi di kelenteng adalah roh manusia yang pada waktu hidupnya telah berjasa besar kepada negara dan bangsa. Perbuatan mulia yang pernah dilakukan pada saat masih hidup itu perlu dicontoh. Misalnya Sinbing Kuan Kong, pada saat hidupnya terkenal sebagai orang yang jujur, setia, pembela kebenaran, dan mempelajari buku Chun Qiu karya Nabi Kongzi.BeTian ( Tuhan Yang Maha Esa ).

Tian (Chinese: 天; pinyin: Tian; Wade-Giles: t'ien; harfiah "Sky atau surga, langit, dewa, dewa") adalah salah satu istilah Cina tertua kosmos dan konsep kunci dalam mitologi Cina, filsafat , dan agama. Selama Dinasti Shang (abad 17-11 SM) disebut dewa Shangdi (上帝 "tuan atas") atau Di ("Tuanku"), dan selama Dinasti Zhou (11-berabad-abad ke-3 SM) Tian "surga; tuhan" menjadi identik dengan Shangdi. Surga ibadah, selama ribuan tahun, kultus ortodoks negara Cina kekaisaran.

Dalam sistem filosofis Cina dan Konfusianisme Taoisme, Tian sering diterjemahkan sebagai "Surga" dan disebutkan dalam hubungan dengan aspek pelengkap DI (地), yang paling sering diterjemahkan sebagai "Bumi". Kedua aspek kosmologi Taois mewakili sifat dualistik dari Taoisme. Mereka berpikir untuk menjaga dua kutub ALAM Tiga (三界) realitas, dengan alam tengah ditempati oleh Kemanusiaan (人 Ren).


sumber : disini

Please write a comment after you read this article. Thx..!!

0 comments:

Post a Comment