Wednesday, October 6, 2010

Riwayat Nabi Agung Kongzi (Episode 79 - Episode 93)


share on facebook
Font Re-Size
Episode 79. Wee Ling Kong Acuh Tak Acuh

“Angin musim gugur bertiup memecah ombak,
hancur perahu dan dayung di batu karang,
pulanglah, hai pulanglah! Apa kau cari di sini.”

Demikianlah Nabi tidak jadi menyeberang, balik ke desa Coo, beliau menggubah lagu ‘Seruling dari Coo’ untuk menyatakan belasungkawa kepada kedua orang menteri Negeri Cien itu. Selanjutnya kembali ke Negeri Wee dan berdiam di rumah Ki Pik Giok.

Suatu hari, Raja muda Wee Ling Kong bertanya kepada Nabi tentang siasat mengatur bala tentara. Nabi menjawab, “Mengenal Kesusilaan Aku mengetahui sedikit, akan hal berperang Aku belum pernah mempelajarinya.” Esok harinya, mereka bertemu lagi. Sedang Nabi berbicara, terbang dua ekor angsa melewati tempat pertemuan itu. Wee Ling Kong nampak sudah acuh tak acuh, ia menoleh-noleh melihat angsa yang terbang itu.

Karena kejadian itu, Nabi memutuskan meninggalkan Negeri Wee lagi. Nabi bersabda, “Kalau ada yang mau memberi jabatan, dalam setahun akan dapat kubereskan dan dalam tiga tahun kusempurnakan pekerjaan itu.” (Sabda Suci XIII: 10).

Nabi meninggalkan Negeri Wee menuju Negeri Tien. Sepeninggal Nabi, pada musim panasnya, Wee Ling Kong mangkat; kedudukannya diganti oleh cucunya, Wee Chut Khong karena pu tera mahkota Kwai Khui terusir dari Negeri Wee akibat pernah melakukan komplotan bersama Yang Ho akan merebut kekuasaan permaisuri Lamcu.

=================
Episode 80. Kwi Hwancu Meninggal Dunia

Kali ini cukup lama Nabi Khongcu diam di Negeri Tien; di sana Nabi melatih dan membimbing murid-muridnya yang datang dari berbagai negeri.

Di Negeri Lo telah terjadi perubahan-perubahan suasana politik. Lo Ting Kong telah mangkat pada tahun 494 S.M., kedudukannya digantikan oleh Raja muda Lo Ai Kong. Pada musim rontoknya, Kwi Hwancu, kepala keluarga bangsawan Kwi sakit. Ketika ia diusung dengan kereta ke ibukota Negeri Lo dengan menarik nafas berkata, “Negeri ini akan menjadi negeri besar kalau aku tidak melanggar rencana Nabi Khongcu.” Kemudian ia berkata kepada anaknya, Kwi Khongcu, “Begitu aku meninggal dunia, engkau akan menggantikan menjadi perdana menteri Negeri Lo. Bila sudah demikian, undang kembalilah Nabi Khongcu.”

Beberapa hari kemudian Kwi Hwancu meninggal dunia dan Kwi Khongcu menggantikan kedudukannya. Setelah usai pemakaman, ia bermaksud mengundang Nabi, tetapi menterinya yang bernama Kongci Gi berkata, “Bapak almarhum telah kehilangan kepercayaan kepada Nabi pada bagian akhir pemerintahannya sehingga beliau ditertawakan negara-negara lain. Bila kita mengundang kembali beliau, hamba khawatir tidak dapat melaksanakan ajarannya pula; bila ini terjadi, kita akan menjadi ejekan orang.” Dan ia menganjurkan agar mengundang Jiam Kiu saja.

Demikianlah Jiam Kiu diundang pulang ke Negeri Lo dan hal ini mendapat restu Nabi.

=================
Episode 81. Berkunjung Ke Kota Siap


Suatu ketika, Nabi meninggalkan Negeri Tien menuju ke Negeri Chai dan dari sana berkunjung ke Kota Siap. Kepala Kota ini menyebut diri Raja muda Siap; ia berlindung dan tunduk kepada Negeri Cho.

Raja muda Siap sangat gembira menyambut kedatangan Nabi. Suatu hari ia bertanya kepada Nabi tentang pemerintahan dan dijawab, “Pemerintahan yang baik dapat menggembirakan yang dekat dan dapat menarik yang jauh untuk datang.” (Sabda Suci XIII: 16).

Hari lain, Raja muda Siap bertanya tentang pribadi Nabi kepada Cu Lo dan Cu Lo tidak berani menjawab. Ketika Cu Lo melaporkan hal itu Nabi bersabda, “Mengapakah engkau tidak menjawab bahwa ‘Dia ialah seorang yang tidak pernah merasa jemu belajar akan Jalan Suci, dan tidak merasa lelah mengajar orang lain; ia begitu rajin dan bersemangat sehingga lupa akan lapar dan di dalam kegembiraannya lupa akan kesusah payahannya dan tidak merasa bahwa usiaNya sudah lanjut’.” (Sabda Suci VI: 19).

Sesungguhnyalah Nabi di dalam mengemban tugas suci sebagai Bok Tok, Genta Rokhani Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah merasa lelah dan jemu dalam belajar dan menyebarkan Ajaran Suci untuk mengajak manusia menjunjung ajaran Agama, menempuh Jalan Suci, menggemilangkan Kebajikan sehingga kehidupan insan boleh mencerminkan kebesaran dan kemuliaan Tuhan dan hidup beroleh berkah sentosa.

=================
Episode 82. Bertemu Tiang Chi dan Kiat Lik

Dalam perjalanan kembali dari Kota Siap ke Negeri Chai bertemu dengan Tiang Chi dan Kiat Lik yang sedang meluku sawahnya. Nabi tahu bahwa mereka adalah bukan petani biasa, melainkan orang yang pandai yang mengasingkan diri sebagai pertapa; beliau menyuruh Cu Lo menanyakan tempat penyeberangan.

Tiang-chi membalas bertanya, “Siapakah yang memegang kendali kereta itu?” Cu Lo menjawab, “Dialah Khong Khiu.” “Khong Khiu daru Negeri Lo?” “Benar!” Tiang Chi berkata, “O, Dia tentu tahu tempat penyeberangannya,” lalu meneruskan meluku sawahnya.

Cu Lo lalu menghadap Kiat Lik dan bertanya akan tempat penyeberangan. Kiat Lik membalas bertanya, “Siapakah Anda?” “Tiong Yu.” “O, penganut Khong Khiu dari Negeri Lo itu?” “Benar!” Kiat Lik lalu berkata, “Banjir sudah melanda segala sesuatu di dunia ini, siapakah yang dapat memperbaiki? Daripada engkau mengikuti orang yang hendak menyingkiri orang-orang jahat dengan pergi ke tempat-tempat lain, bukankah lebih baik ikut aku menyingkiri masyarakat?”, lalu ia melanjutkan pekerjaannya.

Cu Lo melaporkan hal itu kepada Nabi dan beliau dengan prihatin bersabda, “Kita manusia, tidak dapat hanya hidup bersama burung-burung dan hewan. Bukankah Aku ini manusia? Kepada siapakah Aku harus berkumpul? Kalau dunia dalam Jalan Suci, Khiu tidak usah berusaha memperbaikinya.” (Sabda Suci XVIII: 6).

=================
Episode 83. Orang Tua Menggalas Keranjang Rumput

Dalam perjalanan kembali ke Negeri Chai itu, suatu hari Cu Lo tertinggal di belakang dan berjumpa dengan seorang tua dengan pikulannya menggalas keranjang rumput. Cu Lo bertanya, “Berjumpakah Bapak dengan Guruku?”

Orang tua itu berkata, “Hai orang yang keempat anggota tubuhmu tidak dapat bekerja dan tidak dapat membedakan kelima macam hasil bumi, siapakah yang mengenal Gurumu?”, ia lalu menancapkan pikulannya
dan mulai menyabit rumput. Cu Lo merangkapkan kedua tangan berdiri di dekat orang itu. Kemudian orang itu mengajak Cu Lo menginap di rumahnya. Di sana ia dipotongkan ayam dan ditanakkan nasi serta diperkenalkan dengan kedua orang anaknya. Keesokan harinya Cu Lo setelah bertemu Nabi melaporkan pengalamannya. Nabi bersabda, “Dia seorang yang menyembunyikan diri.” Lalu Cu Lo disuruh menjumpainya lagi, tetapi setibanya di sana ternyata orang itu sudah pergi.

Kepada kedua anak orang itu, Cu Lo berkata, “Seseorang yang mengelakkan kewajiban memangku jabatan, itu tidak menetapi kewajiban; kalau hubungan antara yang tua dan yang muda saja tidak boleh disia-siakan, bagaimanakah kewajiban menteri kepada rajanya boleh begitu saja disia-siakan? Ini berarti, hanya karena ingin
membersihkan diri sendiri, membuat perkara besar kacau. Seorang Susilawan memangku jabatan adalah untuk menjalankan kewajiban. Hal Jalan Suci tidak dapat berkembang saat ini, ia sudah menyadarinya.” (Sabda Suci XVIII: 7).

=================
Episode 84. Menderita Di Antara Negeri Tien dan Chai

Ketika Nabi Khongcu mengembara antara Negeri Tien dan Chai, Negeri Go telah menyerang Negeri Tien; dan Negeri Cho telah mengirim pasukannya yang ada di Kota Sing Hu untuk menolong Negeri Tien.
Mengetahui bahwa Nabi diam di antara Negeri Tien dan Chai, orang-orang Negeri Cho menyampaikan undangan kepada beliau.

Sebelum Nabi dapat berangkat ke Negeri Cho, menteri-menteri Negeri Tien dan Chai mengadakan pertemuan, membicarakan adanya undangan itu, dikatakan, “Nabi Khongcu itu seorang yang sangat cakap dan pengaruhnya ada di berbagai negeri. Telah lama Dia diam di antara Negeri Tien dan Chai dan tidak menyetujui kebijaksanaan negeri kita. Bila Negeri Cho yang kuat itu mengundang dan mengangkatnya sebagai menteri di sana, sungguh merugikan kita.” Maka mereka pura-pura melakukan perang dengan tujuan menghalangi dan mengurung Nabi dan murid-muridnya.

Cukup lama mereka terkurung, persediaan makan habis, banyak murid menjadi begitu lemah karena kekurangan makanan; tetapi Nabi tetap tekun mengajar, mengajak mereka menyanyi mengikuti irama musik.

Cu Lo dengan kurang senang berkata, “Dapatkah seorang Susilawan menderita semacam ini?” Nabi bersabda, “Seorang Susilawan dapat menderita semacam ini, tetapi seorang rendah budi bila menderita lalu berbuat yang tidak-tidak.” (Sabda Suci XV: 2).

=================
Episode 85. Cu Lo Ditanya

Nabi mengetahui bahwa murid-murid agak marah dan kecewa. Maka memanggil Cu Lo dan berkata kepadanya, “Di dalam Kitab Sanjak tertulis, ‘Aku bukan banteng atau harimau, mengapakah aku harus berkeliaran di padang belantara?’ Adakah kamu berpendapat bahwa ajaran yang kubawakan itu keliru? Apakah sebabnya kita mengalami keadaan semacam ini?”

Cu Lo dengan bersungut-sungut berkata, “Mungkin Cinta Kasih kita kurang besar sehingga tidak mampu memperoleh kepercayaan orang banyak. Mungkin kita kurang bijaksana untuk menjadikan mereka mau mengikuti.”

Nabi bersabda, “Kalau yang berperi Cinta Kasih mesti mendapat kepercayaan orang banyak, bagaimana dapat terjadi nasib buruk menimpa Pik I dan Siok Cee? Kalau yang bijaksana mesti diikuti orang, bagaimana terjadi nasib buruk menimpa Pi Kan?”

Pik I dan Siok Cee adalah dua saudara bangsawan dari Negeri Ko Tiok yang hidup pada akhir jaman Dinasti Siang. Usahanya gagal untuk menyelamatkan dinasti itu dari serbuan Bu Ong; mereka mengasingkan diri dan mati kelaparan di kaki Gunung Siu Yang San.

Pi Kan ialah paman raja terakhir Dinasti Siang yang bernama Tiu Ong. Ia harus mati membunuh diri oleh perintah Raja Tiu yang gelap pikir itu.

=================
Episode 86. Cu Khong dan Gan Hwee Ditanya

Kepada Cu Khong disampaikan pertanyaan yang sama dan ia menjawab, “O, Jalan Suci Guru terlalu besar dan agung untuk dapat diterima dunia ini. Berkenankah Guru melunakkannya sedikit?”

Nabi bersabda, “Seorang petani yang baik dapat menanami sawahnya baik-baik, tetapi tidak dapat memastikan hasil panennya. Seorang tukang yang pandai dapat menunjukkan kepandaiannya tetapi tidak dapat menyuruh orang lain puas. Demikian pula seorang Susilawan dapat membina Jalan Suci, mengikhtisarkan dan menjelaskannya, tetapi tidak dapat menjadikan orang mesti menerima. Kini engkau tidak bertekad membina Jalan Suci yang wajib kau tempuh, melainkan hanya ingin menarik hati orang lain. Su, citamu kurang jauh!”

Kepada Gan Hwee disampaikan pertanyaan yang sama pula dan ia menjawab, “Guru, Jalan Suci Guru begitu Agung untuk dapat diterima dunia ini. Meski demikian, Guru perlu terus memacu maju. Apa artinya bahwa orang tidak dapat menerima? Justru itu menunjukkan Guru benar-benar Susilawan. Kalau Jalan Suci tidak dibina, itulah kesalahan kita. Tetapi kalau Jalan Suci telah kita bina, ternyata orang tidak dapat menerima, itulah kesalahan mereka yang memiliki kekuasaan. Mengapa kita harus cemas? Bukankah justru itu menunjukkan Guru benar-benar Susilawan?”

Nabi tersenyum dan dengan gembira berkata, “O, begitukah, hai, putera Gan Lo? Kalau engkau kaya, mau aku menadi pembantumu.”

=================
Episode 87. Dibebaskan Pasukan Negeri Cho

Keadaan makin menggenting, maka Nabi mengutus Cu Khong minta bantuan ke Negeri Cho.

Setelah menempuh berbagai kesukaran, Cu Khong berhasil menghubungi pos terdepan Negeri Cho; diceritakan segala penderitaan Nabi dan murid-muridnya.

Mendapat penjelasan Cu Khong segera panglima Negeri Cho menggerakkan bala tentara menuju langsung ke tempat Nabi dan murid-murid terkurung.

Bala tentara Negeri Tien maupun Chai segan menghadapi bala tentara Negeri Cho; begitu mendengar kedatangan pasukan besar Negeri Cho, cepat-cepat mereka mengundurkan diri.

Maka Nabi dan murid-murid dengan mudah dapat dibebaskan; dalam peristiwa ini mereka mengalami tujuh hari menderita kelaparan.

Di Negeri Cho mereka mendapat sambutan hangat dari Raja Cho Ciau Ong. Kepala Negara Cho waktu itu telah menyebut dirinya Ong atau Raja; ini menunjukkan betapa mereka sudah tidak memandang raja Dinasti Ciu lagi. Di bawah raja Dinasti Ciu ada lima tingkat kebangsawanan: Kong, Ho, Pik, Cu dan Lam; Cho Ciau Ong sebenarnya
hanya bergelar Cu, maka di dalam Kitab Chun Chiu yang ditulis Nabi hanya disebut Cho Cu.

=================
Episode 88. Di Negeri Cho

Berkali-kali Raja Negeri Cho mengadakan pertemuan dengan Nabi; di dalam wawancara, Cho Ciau Ong sangat terkesan. Maka di dalam sidang istananya ia mengungkapkan kepada menteri-menterinya tentang maksudnya untuk menganugerahi Nabi satu wilayah yang luasnya 700 li.

Mendengar ungkapan itu, perdana menterinya, Ling-ien Cu See berkata, “Adakah baginda memiliki utusan yang cakap seperti Cu Khong? Menteri yang dapat dibandingkan dengan Gan Hwee? Panglima yang hebat seperti Cu Lo? Administrator seperti Cai I?” Raja selalu menjawab, “Tidak punya.”

Cu See berkata lagi, “Ketika pendiri Negeri Cho ini menerima anugerah dari Dinasti Ciu, ia hanya berderajat rendah kebangsawanannya dan hanya mendapatkan 50 li wilayah. Kini Nabi Khongcu mengikuti Jalan Suci Raja-Raja Suci Purba dan mengembangkan Kebajikan Pangeran Ciu dan Siau. Bila baginda menganugerahinya dengan kekuasaan itu, Negeri Cho tidak akan mampu mempertahankan daerahnya yang luas ini turun-temurun. Ketika Raja Bun di daerah Hong dan Raja Bu di daerah Ho, hanya bermodal 100 li tanah dan berhasil merajai dunia. Bila Nabi Khongcu dan murid-muridnya yang demikian cakap lalu mendapatkan tanah kekuasaan, itu jelas tidak menguntungkan kita.”

Demikianlah Cho Ciau Ong mengurungkan maksudnya dan pada musim gugur tahun itu ia mangkat di Kota Sing Hu.

=================
Episode 89. Orang Majenun Negeri Cho

Dimana-mana Nabi senantiasa bertemu dengan orang yang jelus dan dengki, tidak dapat mereka memahami pengabdian suci yang diemban-Nya. Maka Nabi pernah mengeluh, “Ah, tiada orang yang mengenal/mengerti Aku.” Tetapi beliau pun menegaskan, “Aku tidak menggerutu kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak pula menyesali manusia. Aku hanya belajar dari tempat yang rendah ini, terus maju menuju tinggi. Tuhan Yang Maha Esalah mengerti diriKu.” (Sabda Suci XIV: 35).

Dalam perjalanan meninggalkan Negeri Cho kembali menuju Negeri Wee, Ciap I, seorang majenun dari Negeri Cho melewatiNya sambil bernyanyi-nyanyi, “O, burung Hong, burung Hong; sudah melemahkan KebajikanMu? Yang sudah lalu tidak dapat dicegah, yang mendatang sajalah yang mungkin dapat dikejar. Sudahlah-sudahlah. Memegang pemerintahan pada jaman sekarang ini, sungguh berbahaya.” (Sabda Suci XVIII: 5).

Mendengar kata-kata itu Nabi turun dari kereta ingin berbicara dengannya, tetapi orang itu cepat-cepat menyingkirkan diri sehingga tidak dapat diajak berbicara.

Sungguh prihatin Nabi melihat semuanya itu, tetapi beliau tidak bergeming dalam sikapnya, “Seorang Susilawan memegang Kebenaran sebagai pokok pendiriannya, Kesusilaan sebagai pedoman perbuatannya, mengalah dalam pergaulan dan menyempurnakan diri dengan Laku Dapat Dipercaya. Demikianlah Susilawan.” (Sabda Suci XV: 18).

=================
Episode 90. Tidak Menyia-nyiakan Berkah Tuhan

Di dalam perjalanan di Negeri Cho, pada suatu hari yang terik, datanglah seorang nelayan menghadap Nabi menyerahkan ikan hasilnya menangkap. Dengan mengucapkan terima kasih, Nabi menolak pemberian itu. Bapak Nelayan itu berkata, “Saya terlalu banyak mendapatkan ikan; hari demikian terik dan jauh dari pasar, maka ikan ini akan tidak bermanfaat dan sia-sia. Daripada saya harus membuangnya, kiranya adalah sebaik-baiknya saya serahkan kepada Nabi; maka memberanikan diri menghadap.”

Mendengar keterangan itu, Nabi segera dua kali pai dan menerima pemberian itu; lalu menyuruh murid-murid menyapu bersih tanah sekitarnya untuk melakukan sembahyang syukur.

Murid-murid bertanya, “Barang pemberian itu sudah akan dibuang, mengapa Guru menerimanya dan melakukan sembahyang syukur?”

Nabi bersabda, “Aku mendengar bahwa barang itu akan menjadi barang yang sia-sia dan membusuk, tetapi diusahakan untuk menyerahkannya kepada kita agar menjadi bermanfaat, ini adalah cara berfikir seorang yang berperi Cinta Kasih. Adakah patut menerima pemberian dari seseorang yang berperi Cinta Kasih, tidak melakukan sembahyang syukur?”

=================
Episode 91. Anak-Anak Muda Dari Ho Hiang

Orang-orang Ho Hiang terkenal sukar diajak bicara baik-baik. Ketika melewati daerah itu, beberapa orang anak-anak muda Ho Hiang ingin menjumpai Nabi, maka murid-murid merasa bimbang memenuhi permintaan itu.

Ketika Nabi mengetahui hal itu, beliau bersabda, “Aku hanya melihat bagaimana mereka datang, bukan apa yang akan mereka perbuat setelah berlalu. Mengapa kamu bersikap keterlaluan, murid-muridKu? Orang yang datang dengan sudah membersihkan diri, kuterima kebersihan dirinya itu tanpa kupersoalkan apa yang telah pernah mereka perbuat pada waktu yang lalu.” (Sabda Suci VII: 29).

Demikianlah anak-anak muda Ho Hiang itu menjumpai dan berwawancara dengan Nabi; dan dengan gembira Nabi menerima mereka.

Dari Ho Hiang Nabi meneruskan perjalanan dan akhirnya tiba kembali di Negeri Wee yang ketika itu diperintah oleh raja muda yang baharu, Wee Chut Kong. Ketika itu beliau telah berusia 63 tahun.

Sejak naik takhta, Raja muda Wee Chut Kong lebih banyak melewatkan waktunya di luar negeri karena takut ancaman ayahnya, putera mahkota Kai Khui, yang terus berusaha kembali ke Negeri Wee; kekuasaan pemerintahan diserahkan kepada saudara sepupunya, Perdana Menteri Khong Khwee. Maka raja muda-raja muda lain menganggap Wee Chut Kong telah mema’zulkan diri dari takhtanya.

=================
Episode 92. Membenarkan Nama-Nama

Beberapa orang murid Nabi memangku jabatan di Negeri Wee, antara lain Cu Lo, Cu Kau, dll.

Suatu hari, Cu Lo bertanya, “Kalau Raja muda Wee mengangkat Guru dalam pemerintahan, apakah yang akan Guru lakukan lebih dahulu?”

Nabi bersabda, “Akan kubenarkan lebih dahulu nama-nama.” Cu Lo sangat terkejut karena itu berarti harus ada perombakan besar-besar, maka ia berkata, “Mengapakah demikian? Jawaban Guru jauh dari persoalannya. Mengapakah perlu lebih dahulu membenarkan nama-nama?”

Nabi bersabda, “O, Yu, sungguh kasar engkau. Seorang Susilawan bila belum memahami sesuatu tidak lekas-lekas mengeluarkan pendapat. Bilamana nama-nama tidak benar, pembicaraan tidak akan sesuai dengan hal yang sesungguhnya. Bila pembicaraan tidak sesuai dengan hal yang sesungguhnya, segala urusan tak dapat dilakukan baik-baik. Bila pekerjaan tidak dapat dilakukan baik-baik, kesusilaan dan musik tak dapat berkembang. Bila Kesusilaan dan musik tidak dapat berkembang, hukum pun tidak dapat dilakukan dengan tepat. Bila hukum tidak dapat dilakukan dengan tepat, maka rakyat akan merasa tiada tempat untuk menaruhkan kaki dan tangannya. Bagi seorang Susilawan, nama itu harus sesuai dengan yang diucapkan dan kata-kata itu harus sesuai dengan perbuatannya. Itulah sebabnya seorang Susilawan tidak gampang-gampang mengucapkan kata-kata.” (Sabda Suci XIII: 4).

=================
Episode 93. Topi Bagi Seorang Pria

Pada suatu pagi, datang berkumpul murid-murid di ruang pendidikan (Hing Than), mereka datang, memberi hormat dan masing-masing mulai sibuk mengerjakan tugasnya.

Di antara murid-murid yang biasa datang, belu m nampak seorang yaitu Cu Lo. Baharu beberapa saat kemudian dengan tergesa-gesa ia masuk ke ruangan, memberi hormat lalu duduk dan akan mengerjakan pelajarannya.

Nabi dengan agak tertegun memandang Cu Lo, lalu bertanya, “Bagaimanakah seorang pria dapat menghadiri pertemuan dengan tanpa mengenakan topi di kepala?”

Mendengar itu, Cu Lo sangat terkejut dan malu karena merasa bersalah; ia lalu mohon diri dan kembali mengikuti pelajaran setelah mengenakan topinya.

Menurut adat jaman itu, seorang laki-laki setelah lewat akil-baliq wajib mengenakan topi atau pita pengikat rambut dalam pergaulan umum. Peristiwa itu sangat berkesan kepada Cu Lo sampai akhir hayatnya.

“Cu Lo bila mendengar suatu ajaran dan belum berhasil menjalankannya, ia takut kalau-kalau mendengar ajaran baru pula.” (Sabda Suci V: 14).


Next Part Click HERE

Please write a comment after you read this article. Thx..!!

0 comments:

Post a Comment