Monday, September 6, 2010

Riwayat Nabi Agung Kongzi (Episode 14 - Episode 23)


share on facebook
Font Re-Size
Episode 14. Menjadi Guru

Karena peristiwa wafat Ibunda Tiencai, Nabi Khongcu meletakkan jabatan untuk melaksanakan kewajiban berkabung. Masa ini digunakan untuk lebih memperdalam pengetahuan.

Baharu setelah lewat masa berkabung, 27 bulan kemudian, beliau mulai aktif kembali dalam pekerjaan. Sesudah usai upacara sembahyang besar Tai Siang sebagai penutup masa berkabung, besoknya diambillah alat musiknya, namun baharu beberapa hari kemudian beliau dapat mengiringinya dengan nyanyian.

Ketika itu, ternyata nama beliau sudah banyak dikenal; banyak orang-orang terpelajar dan para muda datang kepadaNya memohon nasehat dan berguru. Buah fikirannya menunjukkan pengalaman hidup yang masak dan penuh kebijaksanaan.

Waktu beliau berusia 30 tahun, telah teguh pendiriannya; penuh semangat dan tekad untuk menolong dunia yang ingkar dari Jalan Suci itu. Ketika beberapa sahabat mencoba mencegahNya, Nabi bersabda, “Janganlah membujuk Aku melepaskan cita. Aku hendak mengabdikan diriku bagi semua, sebab sesungguhnya semua manusia itu sekeluarga adanya, dan Thian, Tuhan Yang Maha Esa menugaskan diriku membimbingnya. Usiaku sudah tiga puluh tahun, kemauanku sudah teguh, badanku pun sedang sehat-sehatnya; Aku insaf benar apa yang akan kulakukan.”

=================
Episode 15. Kesusilaan dan Musik

Sebelum Nabi mengambil ketetapan itu, beliau telah memperdalam pengetahuan tentang Kesusilaan dan musik, Lee dan Gak, kepada Yam-cu dan Su Siang.

Ketika Nabi masih dalam masa berkabung, datang ke negeri Lo seorang pangeran dari suku I Timur bernama Yam-cu yang ternyata mempunyai pengetahuan yang luas tentang berbagai tata pemerintahan dan tata kesusilaan purba; pengetahuan tentang itu, orang-orang dinasti Ciu sendiri sudah tidak banyak mengetahui. Maka Nabi telah belajar dan memperdalam hal itu dari Yamcu.

Nabi juga telah belajar musik dari guru musik bernama Su Siang tatkala berusia 29 tahun. Demikianlah beliau menyiapkan diri untuk tugas suciNya.

“Bercitalah menempuh Jalan Suci, berpangkallah pada Kebajikan, bersandarlah pada Cinta Kasih dan bersukalah di dalam Kesenian.” (Sabda Suci VII: 5).

“Bangunkan hatimu dengan Sanjak. Tegakkan pribadimu dengan Kesusilaan dan Sempurnakan dirimu dengan musik.” (Sabda Suci VIII: 8).

=================
Episode 16. Belajar Lagu Ciptaan Raja Bun

Suatu hari Nabi diperkenalkan sebuah lagu oleh Su Siang, sampai dua puluh hari beliau mempelajari itu dan belum mau sudah. Su Siang berkata, “Kini Anda boleh belajar lagu lainnya.” Nabi menjawab, “Aku sudah belajar lagunya, tetapi belum sempurna cara memukul Khiem (semacam kecapi) serta iramanya.”

Beberapa hari kemudian, Su Siang berkata, “Sekarang Anda boleh belajar lagu lainnya.” “Aku belum belajar mewarnainya.”

Lewat beberapa hari, Su Siang berkata pula, “Sekarang Anda telah berhasil mewarnainya, lanjutkanlah dengan belajar lagu lainnya.” Nabi menjawab, “Aku belum dapat membayangkan pribadi penciptanya.”

Lewat beberapa hari, Su Siang berkata, “Di belakang lagu ini terdapat seorang yang sering termenung-menung, yang satu waktu dengan gembira mengangkat kepalanya dan melihat ke arah jauh, menujukan pikirannya ke alam abadi.”

Mendadak Nabi bersabda, “Aku sudah mendapatinya. Ia seorang yang bertubuh besar, kulitnya agak hitam dan pribadinya menunjukkan seorang penyongsong kerajaan besar. Adakah orang lain kecuali baginda Bun?”

Su Siang berdiri lalu membongkok dua kali menghormat dan berkata, “Betul, lagu ini diciptakan oleh Raja Bun.”

=================
Episode 17. Tentang Raja Muda Bok dari Negeri Chien

Ketika Nabi berusia 30 tahun, Cee King Kong, raja muda negeri Cee dan perdana menterinya, Yan Ing atau Yan Ping Tiong, berkunjung ke negeri Lo. Kepada Nabi ia bertanya, mengapa Chien Bok Kong, raja muda negeri Chien itu meski negerinya kecil dan terletak di daerah perbatasan Barat, diakui sebagai salah seorang Raja Muda Pemimpin.

Nabi menjelaskan, biarpun negeri Chien itu kecil, terletak jauh dari pusat dan negeri-negeri lain yang besar, tetapi Chien Bok Kong mampu membina rakyatnya sehingga mempunyai keberanian dan cinta kepada tanah air dan dapat diselenggarakan pemerintahan adil, bersih dan sejahtera; orang-orang yang bijaksana dan luhur budi mendapat kedudukan dan memangku jabatan, nasehat-nasehat dan kritik-kritik yang membangun diindahkan dan dijalankan, karena itulah maka negeri Chien mendapatkan kedudukan sejajar dengan negeri-negeri besar.

Chien Bok Kong berkata, “Kami ingin mendapatkan seorang menteri yang jujur dan tidak bermuslihat. Yakni, yang sabar hati dan siap menerima segala hal yang berfaedah.” (Thai Hak X: 14).

=================
Episode 18. Menolak Hadiah Buta

Cee King Kong sangat terkesan akan pertemuannya dengan Nabi; karena itu dua tahun kemudian ia mengirim utusan ke negeri Lo mengundang Nabi dan bermaksud menghadiahkan persawahan daerah Liem Khiu. Ternyata Nabi menolak tawaran itu sehingga menjadikan murid-murid merasa heran.

Karena itu Nabi menjelaskan, “Orang-orang jaman dahulu berkata, ‘Seorang Kuncu/Susilawan mau menerima hadiah sebagai ganjaran kalau ia benar-benar merasa telah berbuat pahala.’ Aku tahu, Cee King Kong memang menerima dengan gembira nasehat-nasehat dan peraturan-peraturan yang kuanjurkan; tetapi ia tidak berbuat lebih lanjut untuk pelaksanaannya, maka aku merasa belum pantas menerima ganjaran itu.”

“Seorang Kuncu mudah dilayani, tetapi sukar disenangkan. Bila akan disenangkan dengan hal yang tidak di dalam Jalan Suci, ia tidak dapat senang, tetapi di dalam menyuruh ia selalu menyesuaikan dengan kecakapan orang.” (Sabda Suci XIII: 25).

=================
Episode 19. Berkunjung ke Negeri Ciu

Pada tahun 518 SM, dengan diikuti dua orang murid, Bing I-cu dan Liamkiong King-siok, Nabi Khongcu melakukan perjalanan ke kota Loo-iep, ibukota dinasti Ciu Timur.

Dengan kunjungan ini Nabi bermaksud memperdalam pemahaman tentang sejarah, kebudayaan, peradaban dan musik dinasti Ciu karena di sana memiliki kepustakaan yang lebih lengkap.

Tentang asal kedua orang murid serta persiapan perjalanan itu diterangkan sbb.:
Kepala Keluarga Besar Bangsawan Bing Tiong-Sun bernama Hicu ketika menjelang wafatnya telah memanggil wali anak-anaknya dan meminta perhatiannya terhadap Nabi Khongcu yang dinilai bukan saja memiliki pendidikan yang sempurna, juga keturunan keluarga bangsawan negeri Song yang di dalam garis keturunannya adalah menteri-menteri besar yang satya, berkebajikan dan tidak tamak. Ia berharap agar sepeninggalnya, kemenakannya, Lam-kiiong Kingsiok dan puteranya, Bing I-cu disuruh berguru kepada Nabi Khongcu. Ia percaya, dengan jalan ini kedua anak muda itu akan memperoleh bimbingan baik dalam perkembangan hidupnya.

=================
Episode 20. Melihat Museum Dinasti Ciu

Dinasti Ciu mewarisi dan mengembangkan kesusilaan, kebudayaan dan peradaban dinasti-dinasti sebelumnya, dinasti He maupun dinasti Siang/Ien. Meskipun pada jaman Chun Chiu dinasti Ciu sudah lemah, kewibawaan raja menurun, perintah dan ajaran agama diabaikan dan sering dilanggar, namun di dalam musem kerajaan Ciu masih kita lihat warisan kebudayaan dan peradaban purba itu.

Nabi sangat terkesan setelah kunjungan itu; beliau bersabda, “Aku dapat membicarakan Kesusilaan Kerajaan He, tetapi negeri Ki (waris dinasti He) tidak cukup memberi kenyataan. Lalu kupelajari Kesusilaan Kerajaan Ien, ternyata negeri Song masih dapat memeliharanya.

Akhirnya kupelajari Kesusilaan Kerajaan Ciu yang saat ini masih dijalankan. Maka Aku mengikuti kerajaan Ciu.” (Tengah Sempurna XXVII: 5).

Beliaupun bersabda, “Pakailah penanggalan Dinasti He (Iemlik). Gunakanlah ukuran kereta Kerajaan Ien. Kenakanlah topi kebesaran Kerajaan Ciu dan bersukalah di dalam musik Siau dan Bu.” Musik Siau berasal dari jaman raja suci Giau dan Sun dan musik Bu berasal dari jaman permulaan dinasti Ciu. (Sabda Suci XV: 11).

=================
Episode 21. Kuil Leluhur Dinasti Ciu

Kuil Leluhur (Cong Bio) Dinasti Ciu dibangun untuk menghormati Ho Ki, Menteri Pertanian pada jaman Raja suci Giau dan Sun yang dianggap sebagai nenek moyang raja-raja Dinasti Ciu.

Di dalam Kuil Leluhur Dinasti Ciu itu Nabi melihat banyak gambar raja-raja purba, baik yang bijaksana maupun yang lalim. Dari wajah para raja di dalam gambar-gambar itu orang dapat membayangkan pribadi mereka – siapa yang membawa kejayaan serta kesejahteraan dan siapa yang membawa keruntuhan serta kehancuran negaranya.

Setelah melihat gambar-gambar itu, Nabi bersabda, “Sekarang Aku mengetahui betapa kesucian Pangeran Ciu Kong dan sebab Dinasti Ciu mampu menciptakan kesejahteraan dan perdamaian.”

Pangeran Ciu ialah Nabi Ki Tan, pu tera keempat Nabi Ki Chiang, adik Raja Bu pendiri Dinasti Ciu. Setelah Raja Bu wafat, Pangeran Ciu menjadi wali putera mahkota yang masih kanak-kanak dan atas kesejahteraan ini sampai beberapa generasi. Putera Mahkota itu setelah naik takhta bergelar Ciu Sing Ong.

=================
Episode 22. Gambar Pangeran Ciu

Nabi sangat tertarik pada gambar yang melukiskan Pangeran Ciu. Gambar itu melukiskan Pangeran Ciu bersama putera mahkota dan seorang kemenakan putera mahkota itu. Pangeran Ciu memerintah Dinasti Ciu atas nama putera mahkota itu.

Setelah mengamat-amati gambar yang melukiskan semangat pengabdian tanpa memperhitungkan kepentingan diri sendiri itu, Nabi sangat terharu dan bersabda, “Kejayaan Dinasti Ciu berdiri atas semangat pengabdian ini. Bila orang bercermin ia akan melihat wajah dan tubuh sendiri, begitupun bila orang hendak mengetahui jaman sekarang, hendaklah menengok ke jaman yang sudah lampau itu.”

Oleh semangat pengabdian dan pengorbanan itulah Jalan Suci dapat diselenggarakan dan pembangunan disukseskan. Tanpa pengorbanan dan pengabdian yang disertai cinta-kasih sejati, tidak akan ada pekerjaan besar dapat ditegakkan.

“Bila seseorang benar-benar mencintai, dapatkah tidak berjerih payah? Kalau benar-benar Satya, dapatkah tidak memberi bimbingan?” (Sabda Suci XIV: 7).

=================
Episode 23. Patung Perunggu

Di sisi kanan ruangan kuil yang menuju ke ruang besar, Nabi melihat sebuat patung manusia dari perunggu yang mulutnya terjahit tiga kali dengan benang emas. Pada punggung patung itu terukir kata-kata yang berbunyi a.l.:
- jangan banyak bicara, banyak bicara banyak kalah;
- jangan banyak berperkara, banyak perkara banyak susah;
- di kala aman bahagia jangan tidak hati-hati, jangan lakukan hal yang mengecewakan;
- jangan berkata apakah akan melukai, bencana tumbuh dari situ;
- jangan berkata apakah bahayanya, bencana besar akan datang;
- jangan berkata tiada yang mendengar, Tuhan menilik semuanya;
- api kecil tak dipadamkan, setelah berkobar orang tak berdaya;
- air menetes tidak ditutup, sungai bengawan kan menjadi;
- seutas benang tak diputus, kan menjadi rajing jebakan;
- kecil tak dipotong, besar memerlukan kapak;
- penuh Iman dapat berhati-hati, itulah akar dari pada kebahagiaan.
(Kee Gi XI: 3).


Next Part Click HERE


Please write a comment after you read this article. Thx..!!

0 comments:

Post a Comment