Wednesday, September 22, 2010

Menanamkan Nilai Agama kepada Generasi Muda


share on facebook
Font Re-Size
Untuk menciptakan generasi yang berkarakter dan berakhlak baik, salah satunya adalah dengan menanamkan nilai-nilai agama dan moral. Filosofi inilah yang menjadi dasar Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) untuk terus mengembangkan kegiatan Diskusi Pendalaman Kitab Suci (Dispenkasi) kepada generasi muda.

Kegiatan tahunan yang kini berusia 23 tahun ini kembali digelar sejak akhir pekan lalu (10-12 September 2010) di Padepokan Karangtumaritis, Bandung, Jawa Barat. Kali ini mengusung tema "Semangat Pemuda Menggelorakan Pembaharuan" yang dihadiri 255 remaja dan pemuda dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), Kalimantan, dan Medan, Sumatera Utara. Kegiatan tersebut makin meriah karena dihadiri oleh puluhan peninjau, pimpinan dan pengurus Matakin.

Para peserta mendapatkan siraman rohani, nilai kehidupan, moral, sebagai agen perubahan dan kepemimpinan dalam diskusi bersama rohaniawan Konghucu, yakni Ws HT Saputra dan Js Budi Suniarto. Setelah melalui diskusi panjang dengan para pembicara, peserta juga diuji keberanian serta kedalaman wawasannya soal agama dalam ajang Akang dan Teteh. Persis seperti kontes Miss Indonesia, di acara ini peserta dituntut berpikir dan berbicara cepat, tepat dalam menjawab pertanyaan juri.

”Tujuannya bahwa Konghucu baru diakui, maka apa yang mesti ditunjukkan, dan apa yang diakui. Pemuda sebagai ujung tombak agama Konghucu sejauh ini belum ada gebrakan, di sinilah kita bentuk mereka untuk menjadi agen perubahan yang membawa Konghucu ke arah lebih baik,” kata salah satu panitia Dispenkasi ke-23 Anton Kristiono.

Berbagai Daerah

Peserta dibentuk dalam kelompok-kelompok baik kemah, diskusi maupun kegiatan lain. Uniknya, sebelumnya setiap anggota dalam satu kelompok tersebut tidak saling kenal karena datang dari berbagai daerah. Selain menambah wawasan, peserta juga melakukan kegiatan alam bebas, seperti outbond, yang bertujuan untuk melatih mental sekaligus meningkatkan jiwa kebersamaan, kesetiakawanan dan kerja tim.

Sementara itu, Sekjen Matakin Uung Sendana Linggaraja mengatakan, Dispenkasi awalnya terbentuk dari sebuah pertemuan antara pemuda dan mahasiswa Konghucu di Bandung dan Karawang pada 23 tahun lalu. Dalam pertemuan sekaligus diskusi yang rutin itu muncul keprihatinan terhadap perilaku anak muda yang suka berhura-hura dan bebas melakukan kegiatan negatif, sehingga tercetuslah ide untuk membuat kegiatan pendalaman kitab suci, yang dianggap lebih berarti.

Seiring bertambahnya usia, Dispenkasi juga mengalami perubahan-perubahan. Misalnya, jika pada tahun-tahun awal setiap kelompok diwajibkan mempresentasikan makalah soal kepemimpinan, agama, ilmu pengetahuan, sehingga bersifat kaku dan serius, dalam beberapa tahun terakhir diskusi dibuat dalam bentuk permainan.

Acaranya lebih rileks dan menyenangkan sesuai dengan jiwa anak muda. Dengan demikian diharapkan apa yang mereka terima selama kegiatan mudah diserap dan mengaplikasikannya dalam pergaulan sehari-hari.



sumber : suarapembaruan


Please write a comment after you read this article. Thx..!!

0 comments:

Post a Comment