Sunday, September 5, 2010

Memberi Membuat Bahagia


share on facebook
Font Re-Size

Penelitian psikolog Kanada terbaru menunjukkan, makin banyak uang yang Anda sumbangkan menolong sesama, maka Anda makin bahagia!

Semakin besar uang yang dibelanjakan orang untuk menolong sesama, atau dalam rangka memberi hadiah untuk orang lain, maka si dermawan tersebut akan bertambah bahagia. Demikian hasil kajian Elizabeth Dunn, pakar psikologi dari University of British Columbia, Vancouver, Kanada.

Rincian penelitian ini diterbitkan baru-baru ini di jurnal ilmiah terkemuka dunia, Science, volume 319, tanggal 21 Maret 2008. Dimuat di halaman 1687-1688, karya ilmiah mengejutkan itu terpampang dengan judul “Spending Money on Others Promotes Happiness” (Membelanjakan Uang untuk Orang Lain Meningkatkan Kebahagiaan) .

Memenangkan undian atau kuis berhadiah uang miliaran barangkali merupakan simbol kebahagiaan. Namun, penelitian terkini tersebut menjungkirbalikkan ilmu ekonomi yang selama ini diajarkan turun-temurun tersebut.

Temuan itu menunjukkan, yang terpenting bukanlah jumlah uang yang kita punya, tetapi bagaimana kita membelanjakannya! Orang yang menyedekahkan uangnya untuk membantu mereka yang membutuhkan, atau berbelanja hadiah untuk diberikan kepada orang lain ternyata lebih bahagia daripada mereka yang menghamburkan uang untuk kepuasan diri sendiri.

Penelitian terkait sekitar 3 tahun sebelumnya memperlihatkan bahwa kaum kaya sedikit lebih bahagia daripada kaum miskin. Akan tetapi kaitan antara kekayaan dan kebahagiaan tersebut lemah, dan pakar ekonomi berusaha keras mencari penjelasan atas pertanyaan, misalnya, mengapa di Amerika Serikat warganya tidak menjadi lebih bahagia ketika harta benda mereka semakin berlimpah.

Demikian tulis Elsa Youngsteadt yang mengulas hasil penelitian Elizabeth Dunn itu di ScienceNOW Daily News, 20 Maret 2008 dengan judul “The Secret to Happiness? Giving”. (Rahasia Menuju Bahagia? Memberi). Hasil temuan yang sama ini dikupas oleh Brendan Borrell di majalah ilmiah kondang, Nature, di bawah judul “Money buys happiness. Especially if you give it away.” (Uang membeli kebahagiaan. Terutama jika Anda Menghadiahkannya) .

Sang peneliti, pakar psikologi sosial, Elizabeth Dunn, dalam kajiannya ingin menemukan jenis pembelanjaan uang seperti apa yang sebenarnya membuat orang bahagia. Ia dan rekannya meneliti 109 mahasiswa universitasnya. Tidak heran, kebanyakan berkata bahwa mereka lebih bahagia dengan uang 20 dolar ketimbang hanya 5 dolar. Para mahasiswa itu menambahkan bahwa mereka akan membelanjakannya untuk diri sendiri ketimbang untuk orang lain.

Di sisi lain, Dunn dan timnya memberi 46 mahasiswa lain dengan amplop berisi uang 5 dolar atau 20 dolar, tapi tidak membiarkan mereka bebas memilih untuk apa uang tersebut akan dibelanjakan. Yang dilakukan peneliti itu adalah menyuruh mereka membelanjakan uang itu untuk hal-hal tertentu.

Menariknya, mahasiswa yang mengeluarkan uang untuk amal kemanusiaan atau membeli hadiah untuk orang lain pada akhirnya lebih bahagia dibandingkan mereka yang membelanjakan untuk kepentingan pribadi, seperti melunasi rekening atau bersenang-senang.

Ternyata fenomena ini tidak berlaku untuk kalangan mahasiswa saja. Kelompok penelitian Dunn juga melakukan jajak pendapat pada 16 karyawan di sebuah perusahaan di Boston sebelum dan sesudah mereka mendapatkan bonus dengan beragam besaran. Selain itu Dunn dan rekannya mengumpulkan data tentang gaji, pengeluaran, dan tingkat kebahagiaan dari 632 orang di seantero Amerika Serikat.

Kesimpulannya sungguh menarik. Di kedua kelompok orang tersebut, kebahagiaan ternyata ada hubungannya dengan jumlah uang yang dikeluarkan untuk orang lain daripada jumlah absolut bonus atau gaji.

Hasil temuan ini “membenarkan dugaan kami lebih kuat daripada yang berani kami impikan,” kata Dunn. Pengaruh membelanjakan uang demi kebaikan orang lain mungkin mirip olah raga yang memiliki pengaruh seketika maupun dampak jangka panjang, papar Dunn sebagaimana ditulis Elsa Youngsteadt.

Satu kali memberi mungkin menjadikan seseorang bahagia dalam sehari, tapi ketika kebiasaan memberi ini menjadi sebuah cara hidup, dampak kebahagiaan itu bisa menjadi sangat lama, papar Dunn.

Yang tak kalah menarik, di akhir tulisan ilmiahnya, sang pakar, Dunn, berharap bahwa temuannya itu suatu saat bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan dalam menganjurkan sikap kedermawanan kepada warganya yang mengabaikan manfaat sikap positif ini. Menurutnya, hal ini dalam rangka menciptakan warga negara yang cenderung memberikan harta mereka untuk kebaikan orang lain, sehingga bertambahnya kekayaan warga beriringan dengan semakin meningkatnya kebahagiaan warga negeri tersebut.

Pakar ekonomi Andrew Oswald dari University of Warwick, Inggris, menganjurkan bahwa hasil kajian ini perlu dikukuhkan lebih lanjut dengan memperbesar jumlah orang yang diteliti, hingga mendekati 1000 orang, agar kesimpulannya benar-benar meyakinkan. Terlepas dari itu, Oswald berujar bahwa hasil penelitian Dunn bakal mengejutkan kebanyakan pakar ekonomi. Sebab selama ini mereka beranggapan bahwa membelanjakan uang untuk diri sendiri memberikan kebahagiaan terbesar.

“Ini adalah hasil temuan yang membuat penasaran yang tidak akan Anda temukan di 101 buku pelajaran Ekonomi,” kata Oswald.

1. Li Ji IA Qu Li Bagian 1 : 2, 3
"...keinginan tidak boleh diperturut. Cita tidak boleh menjadi jenuh/penuh; kesenangan tidak boleh sampai puncak."
"...Menghimpun harta tahu bagaimana menebarkannya"

2. Da Xue X : 7 - 9, 28
"Kebajikan itulah yg pokok dan kekayaan itulah yang ujung.
Bila mengabaikan yg pokok dan mengutamakan yg ujung,inilah meneladani rakyat untuk berebut.
Maka penimbunan kekayaan itu akan menimbulkan perpecahan di antara rakyat; sebaliknya tersebarnya kekayaan akan menyatukan rakyat"

"Seorang yg berperi Cinta Kasih menggunakan harta untuk mengembangkan diri. Seorang yang tidak berperi Cinta Kasih, mengabdikan dirinya untuk menumpuk harta"

sumber : disini



Please write a comment after you read this article. Thx..!!

0 comments:

Post a Comment