Wednesday, August 11, 2010

Iman Sebagai Kompas Spiritual


share on facebook
Font Re-Size
“Iman itulah jalan Suci Tuhan Yang Maha Esa; berusaha beroleh iman, itulah Jalan Suci manusia. Yang beroleh iman itu, ialah orang yang setelah memilih kepada yang baik itu lalu didekap sekokoh-kokohnya.” Zhong Yong XIX : 18.

HATI manusia senantiasa dilanda rawan, keinginan dari luar dan keinginan dari dalam (nafsu) selalu saling cenderung. Apabila diri tidak di dalam iman maka keinginan yang saling cenderung itu akan melanda, akan menguasai diri sehingga diri hanyut di dalam arus hawa nafsu sehingga perbuatan menjadi tidak terkendali. Keinginan-keinginan yang melanda dapat berupa suatu ambisi, keserakahan, dendam, kebencian dan iri-dengki. Apabila semua itu menjadi tak terkendalikankan maka dapat mengakibatkan diri menjadi makin larut dalam kekecewaan, penyesalan, kegelisahan yang memungkinkan orang melarikan diri dari kenyataan. Maka tidak sedikit orang lari ke alkohol, narkoba, dan berbuat kejahatan lainnya. Maka seorang Junzi selalu hati-hati bila seorang diri, di dalam perbuatannya. Agar terhindar dari segala perbuatan yang tidak baik, manusia harus mempunyai pedoman hidup, yaitu iman yang dapat menjadi kompas hidup untuk memberi arah hidup manusia dengan dilengkapi peta yang berupa kitab-kitab suci agama.

Iman artinya ialah kepercayaan atau keyakinan yang berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan yang dipeluk, yaitu menyangkut ketulusan keyakinannya pengakuan terhadap kebenaran dan kesungguhan dalam mengamalkannya. Istilah ‘Iman’ berasal dari kata ‘Cheng’ yang mengandung makna ‘sempurnanya kata, batin dan perbuatan’, Maka, iman itu ialah sikap atau suasana batin yang menunjukkan sempurnanya kepercayaan, keyakinan kepada Tian, Tuhan Yang Maha Esa, kepada Mu Duo atau Genta RohaniNya serta Kebenaran Ajaran Agama yang dibimbingkan. Oleh kepercayaan dan keyakinan akan kebenaran ajaran Agama yang dipeluknya, seorang yang beriman akan membina diri dengan sungguh-sungguh, sebulat tekad, dengan tulus dan jujur akan melaksanakan ajaran Agamanya; hidup menempuh Jalan Suci (Dao).

Ada sebuah cerita seorang guru disebuah perguruan beladiri ingin menguji empat orang murid-muridnya. Berkatalah sang guru kepada keempat muridnya, “Hai, murid-muridku sudah saatnya engkau menguji ilmu yang telah kau pelajari.” Maka dibagikannya empat ekor ayam kepada keempat muridnya dan masing-masing murid mendapatkan seekor ayam, sang guru meminta murid-muridnya supaya memotongnya dengan syarat tidak boleh ada seorangpun yang mengetahuinya. Dengan sigap keempat murid itu berangkat untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh sang guru. Beberapa hari kemudian keempat murid itu kembali kepadepokan sang guru, mereka telah selesai melaksanakan tugas dan segera menghadap untuk melapor kepada gurunya. Murid pertama datang dan mengatakan, “Saya kerjakan di sebuah gua di puncak gunung karena saya yakin tidak ada seorangpun yang dapat mencapai puncak tersebut.” Murid yang kedua mengatakan, “Saya memotongnya di hutan yang lebat yang penuh dengan binatang buas, murid berani memastikan tiada seorangpun yang melihatnya!” Murid yang ketiga mengatakan, “Saya membawanya ke sebuah pulau kecil di tengah laut, tak ada seorangpun yang berani datang mengunjungi pulau tersebut!” Murid yang keempat datang menemui gurunya sambil membawa ayam dalam keadaan masih hidup. Semua yang hadir disekitar sang guru menjadi terheran-heran, sang gurupun melihat dengan tersenyum. Ia lalu berkata, “Guru, saya tidak sanggup melakukannya karena ke mana pun saya cari, tak ada tempat yang bisa bebas dari kehadiran yang satu dan berada di atas, yaitu Sang Pencipta Alam Semesta!”

Ini adalah sebuah cerita tentang seseorang yang telah mencapai iman, sekalipun seorang diri, tidak ada seorangpun yang melihat ia tetap satya di dalam iman akan kehadiranNya, serta tetap teguh melaksanakan apa yang telah menjadi kodrat kemanusiaannya yaitu Cinta Kasih dan Kebenaran. Ketika manusia sudah mengerti akan Kebenaran, tidaklah dirinya dapat menutupi dari segala macam kepalsuan. Meski seorang diri tidak akan melakukan hal-hal yang tidak benar, seperti korupsi meski dengan berbagai alasan pemaaf, tidak diketahui orang lain dsb. Iman kepada Tuhan tidak hanya melakukan sembahyang, memanjatkan doa memohon pengampunan saja. Melainkan harus melaksanakan apa yang menjadi FirmankanNya, dan bukan sebaliknya berdoa agar Tuhan melaksanakan keinginan yang berdoa. Oleh karenanya iman dapat menjadi kompas dalam mengarungi kehidupan ini sampai dengan titik akhirnya.**
Oleh : Makin Pak Kik Bio.

Sumber :Pontianak Post

0 comments:

Post a Comment