Thursday, August 19, 2010

Miniatur Alam Semesta dalam Arsitektur Tiongkok


share on facebook
Font Re-Size
Sepanjang sejarah Tingkok kuno, Taoisme, Budisme dan Konfusianisme telah menyelaraskan segala sesuatu antara langit, bumi dan manusia.

Kisah kita hari ini mendiskusikan bagaimana arsitek-arsitek Tiongkok secara sadar dan hormat mengharmoniskan bangunan-bangunan mereka dengan lingkungan. Manusia dengan dunia mereka dan surga langit.

Arsitektur moderen menjulang ke langit, mendeklarasikan dominasinya hanya kita sebagai manusia. Ia tidak menghubungkan kita dengan langit dan ia seolah-olah menantang supremasi langit.

Selama ribuan tahun, orang-orang Tiongkok telah mengembangkan gaya arsitektural mereka sendiri. Berdasarkan prinsip-prinsip Taoisme dan Budisme, karya arsitektur mereka mencerminkan pemahaman orang-orang Tiongkok bahwa langit, bumi, dan manusia secara intim dan fitrah berhubungan.

Jepang, Korea dan banyak negara Asia juga mengikuti pendekatan orang-orang Tiongkok dalam struktur arsitektur mereka.

Harmoni Antara Langit dan Bumi

“I Ching – Buku Tentang Perubahan” dan tulisan-tulisan lainnya mengatakan bahwa orang-orang kuno bertingkah laku berdasarkan hukum-hukum langit, bumi, alam dan waktu dalam tahun. Filsafat Taois didasarkan pada elemen-elemen sentral yang telah melahirkan langit, bumi, dan manusia.

Konfusianisme berpegang teguh pada prinsip dari harmoni antara langit dan bumi. Orang-orang kuno telah mengetahui bahwa alam semesta adalah alam semesta besar. Seorang manusia adalah alam semesta kecil. Karena ia adalah miniatur alam semesta, seorang manusia harus hidup dan bertindak dalam koridor hukum dari karakteristik alam semesta.

Kepercayaan-kepercayaan tradisional telah meliputi seluruh area dari kehidupan orang-orang Tiongkok termasuk arsitektur. Lebih dari sekedar lokasi dan penggunaan praktisnya, sebuah bangunan harus berharmoni dengan alam, baik lahir dan batin.

Arsitek-arsitek Tiongkok mendesain elemen-elemen alam semesta menjadi setiap struktur. Mulai dari goa-goa primitif dan bangunan-bangunan sederhana, hingga pada konstruksi yang komplek, seseorang menemukan unsur-unsur alam semesta secara konsisten tertanam pada arsitektur China. Secara nyata, aristektur Tiongkok menggambarkan miniatur alam semesta.

Titik-Titik Kompas

Semua arsitektur Tiongkok dimulai dengan titik kompas, Utara, Selatan, Timur, dan Barat. Seorang arsitek menggunakan grafik yang mana para ahli Astrologi secara khusus telah mempersiapkan sebelumnya. Tidak seperti peta-peta sekarang, arah selatan di atas dan arah utara di bawah, arah barat di bagian kanan dan arah timur di bagian kiri.

Berdasarkan pada lokasi negara Tiongkok di belahan dunia bagian utara, orang-orang Tiongkok percaya pada iklim yang menyenangkan. Musim dingin yang lebih hangat dan angin musim panas dari daerah selatan, datang dari langit. Jadi selatan sebagai titik referensi bagi semua bangunan.

Para Arsitek memisahkan bangunan-bangunan di utara, barat, timur dan membukanya di arah selatan. Ini mencegah arus cuaca yang lain, seperti angin utara atau kondisi cuaca kebalikan lainnya, untuk mempengaruhi temperatur di dalam rumah.

Untuk melindungi dari bencana cuaca, empat makhluk mistis diletakkan pada atap dari rumah, sebagai roh pelindung dari titik poin utama. Wen hitam, hewan fiksi, diletakkan di utara. Di arah selatan diletakkan Kenari cinabar, di barat macan putih dan di timur naga hijau.

Atap Genting

Sekitar 3000 tahun yang lalu, atap genting pertama dibuat dari tanah liat. Selanjutnya rumput ilalang dan campuran batu dan tanah liat menutupi atap rumah. Atap-atap setelah itu ditingkatkan dengan glasir dan variasi dari warna-warna.

Atap genting direkatkan dengan paku-paku dan sering dihiasi dengan binatang atau motif tumbuhan, yang berarti untuk melindungi dari bencana alam.

Desain-desain khusus diperuntukkan bagi perumahan kaisar, seperti genteng kuning mewah, yang masih bisa dilihat sekarang ini di bangunan-bangunan di kota-kota terlarang di Tiongkok, dan genteng di kuil-kuil langit Beijing berwarna biru.

Kayu Bahan Baku Konstruksi Utama

Kayu adalah bahan baku konstruksi utama yang digunakan oleh arsitek Tiongkok. Ia bisa dengan mudah diperoleh dari banyak hutan di Tiongkok. Kayu lebih disukai sebagai bahan baku konstruksi alami, karena ia menghasilkan wewangian dan aroma yang menyenangkan di interior bangunan, sementara butiran-butiran dan kilau alami bumi seperti tanah liat, membawa atmosfir kehidupan yang alami pada bangunan, yang menghembuskan dan menyerab serta menghilangkan kelembapan. Namun kelemahannya mudah terbakar.

Pembingkaian

Para arsitek Tiongkok lebih suka mendirikan bangunan dengan terlebih dulu mendirikan bingkai, karena ia membawa sejumlah keuntungan bagi pembangun dan bangunan. Mereka percaya bahwa berlawanan dengan struktur yang keras, pendirian bingkai yang berupa balok dan pilar berfungsi untuk menahan berat pada titik-titik tekanan tertentu dan bahwasanya metode konstruksi ini memberikan ruang yang lebar dan terbuka.

Sepanjang masa, para arsitek Tiongkok Kuno secara sadar dan hormat mengharmoniskan bangunan-bangunan mereka dengan lingkungan – dan manusia dengan dunia mereka dan langit.

1 comments:

tak_bernama said...

dari kutipan d atas " Berdasarkan prinsip-prinsip Taoisme dan Budisme, karya arsitektur mereka mencerminkan pemahaman orang-orang Tiongkok bahwa langit, bumi, dan manusia secara intim dan fitrah berhubungan."

Ini ajaran Khonghucu, bukan Budisme. dalam agama buddha ga da bgituan

Post a Comment